Perang Pasifik 1941-1945
Tentara Jepang yang gugur setelah melakukan serangan banzai terakhir melawan pasukan Amerika saat Pertempuran Attu, 29 Mei 1943. Serangan banzai di Pertempuran Attu merupakan serangan banzai terbesar dalam sejarah Perang Pasifik.
Gyokusai (玉砕), secara literal "shattered jade", adalah eufemisme rakyat Jepang untuk serangan bunuh diri, atau bunuh diri untuk menghindari rasa malu (seppuku).Hal ini berdasarkan kutipan buku teks Bahasa Tionghoa Klasik Buku Qi Utara, 大丈夫寧可玉砕何能瓦全 "orang besar harus mati sebagai permata hancur daripada hidup sebagai ubin yang utuh." Hal ini diaplikasikan pada konsep mati terhormat atas kekalahan oleh Saigō Takamori (1827–1877), dan digunakan sebagai slogan ichioku gyokusai(一億玉砕) "seratus juta perhiasan yang rusak" oleh pemerintah Jepang saat bulan-bulan terakhir Perang Pasifik, saat Jepang menghadapi serangan oleh Sekutu, beberapa persepsi dari keyakinan ini juga berasal dari Hagakurenya Tsunetomo Yamamoto, yang terkenal pada abad ke-18 atas risalahnya mengenai bushido.
Saat awal Perang Dunia II, Pasukan Jepang masih sering bergantung pada strategi mobilisasi infantri massal yang masih digunakan dalam Perang Dunia I. Banyak tentara Sekutu dipersenjatai oleh senjata semi atau otomatis, mampu memberikan daya tembak lebih tinggi dibandingkan infantri Perang Dunia I, dan daya tembak ini mampu menghentikan serang massal dalam sekejap. Metode Serangan massal yang dilakukan terbukti sangat mahal dilakukan oleh Jepang dan taktik ini kemudian ditinggalkan oleh Jepang. Pada akhir PD II, saat kekalahan sudah ada di depan mata Kekaisaran Jepang, serangan massal ini menjadi usaha terakhir Jepang ketika menyerah atau kematian adalah opsi terakhir, seperti saat Pertempuran Attu.
Kondisi buku :
-lawas bekas
-tebal buku 245 halaman. lengkap dan utuh.
-sampul soft cover
-Penerbit Keng Po Djakarta. 1957
Rp.297.000,-